feedburner

Selamat datang di presonal blog saya. selamat membaca.

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE UNTUK MEMPROSES SYSTEMS THINKING (ARCHETYPE/CLD) DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

LANGKAH PERTAMA:
Install program vensim di computer anda.
Caranya: open program dan diteruskan petunjuk panduan install otomatis
Open menu : buka vensim

LANGKAH KEDUA:
Setelah program siap pakai cermati petunjuk panel pada layar computer.

LANGKAH KETIGA MULAI MEMBUAT CLD/ARCHETYPE:
1. Variabel
2. Loop
3. Notasi hubungan antar variabel
4. Notasi nama loop (r/b)
5. Menentukan variabel utama/ kunci
6. Menganalisis hubungan antar variabel
7. Cara mengcopy

VARIABEL:
Variabel : clik panel var (tanpa border line/kotak) atau dengan bok/kotak).
Disarankan yang pakai kotak karena lebih rajin.
Variabel dibuat semua terlebih dulu
Ditata letaknya variabel yang berdekatan agar tidak terlalu banyak loop yg bertumpuk

MEMBUAT LOOP:
Clik garis melengkung
Letakkan cursor dg mous di kotak variabel clik kiri/tekan dilepaskan dan geser cursor arahkan ke variabel yang anda inginkan dan clik kiri dan lepaskan tekanan, lakukan yg sama sampai hubungan semua variabel selesai
Jika cursor ditarik hanya membentuk garis lurus maka harus dibentuk melengkung dg cara ditengah garis lurus ada tanda titik/bulat tarik secukupnya sesuai yg anda inginkan dg clik kiri ditahan/tekan dan geser secukupnya

NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
Clik kanan pada pucuk tanda panah (loop), muncul beberapa pilihan notasi (+/- atau s/o) pilih yg sesuai dan akhiri ok

NOTASI NAMA LOOP (R/B):
Clik kiri panel com muncul beberapa pilihan (comment discription) :
Pilihan shape,
Jenis huruf/fon
Graphics: none (ketik R1/B1) atau pilih image terus clik anak panah pilih notasi loop
Pilihan warna sesuka anda
Diakhiri ok

MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI (LEVERAGE):
Clik tanda kunci
Clik variabel yg akan diukur/dihitung
Lanjutkan klik simbul loop (bulatan) yg terletak dikiri nomor 3 dari atas
Muncul nilai loop yg dilihat yg paling bawah dari daftar kemudian tulis di kotak variabel atau dikertas konsep
Lakukan seperti tsb diatas pada semua variabel
Variabel yg paling besar nilai loopnya itulah variabel kunci/utama yg juga untuk menentukan leverage
Untuk pembuatan diagram scenario diambil dua variabel yg mempunyai nilai tertinggi

MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
Clik kiri tanda gembok
Clik kiri variabel
Clik kiri tanda panel kiri atas untuk induktif dan dibawahnya untuk deduktif (ST dlm MS)
Tanda doc = document

CARA MENGCOPY:
Diblok keseluruhan dg klik kiri dan ditekan sampai keseluruhan obyek
Clik kanan terus copy
Buka ms word atau power point terus paste
Atau di save dan masukkan pada folder/file yg anda inginkan

SELAMAT MENCOBA

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE UNTUK MEMPROSES SYSTEMS THINKING (ARCHETYPE/CLD)

LANGKAH PERTAMA:
Install program vensim di computer anda.
Caranya: open program dan diteruskan petunjuk panduan install otomatis
Open menu : buka vensim

TAHAP KEDUA:
Setelah program siap pakai cermati petunjuk panel pada layar computer.

TAHAP KETIGA MULAI MEMBUAT CLD/ARCHETYPE:
1. VARIABEL
2. LOOP
3. NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
4. NOTASI NAMA LOOP (R/B)
5. MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI
6. MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
7. CARA MENGCOPY

VARIABEL : CLIK PANEL VAR (TANPA BORDER LINE/KOTAK ATAU DENGAN BOK/KOTAK).
VARIABEL DIBUAT SEMUA TERLEBIH DAHULU,DITATA LETAKNYA VARIABEL YANG BERDEKATAN AGAR TIDAK TERLALU BANYAK LOOP YG BERTUMPUK

MEMBUAT LOOP:
CLIK GARIS MELENGKUNG
LETAKKAN CURSOR DG MOUSE DI KOTAK VARIABEL CLIK KIRI DAN GESER CURSOR ARAHKAN KE VARIABEL YANG ANDA INGINKAN DAN CLIK KIRI , LAKUKAN YG SAMA SAMPAI HUBUNGAN SEMUA VARIABEL SELESAI.
JIKA CURSOR DITARIK HANYA MEMBENTUK GARIS LURUS MAKA HARUS DIBENTUK MELENGKUNG DG CARA DITENGAH GARIS LURUS ADA TANDA TITIK/BULAT TARIK SECUKUPNYA SESUAI YG ANDA INGINKAN DG CLIK KIRI DITAHAN/TEKAN DAN GESER SECUKUPNYA

NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
CLIK KANAN PADA PUCUK TANDA PANAH (LOOP), MUNCUL BEBERAPA PILIHAN NOTASI (+/- ATAU S/O) PILIH YG SESUAI DAN AKHIRI OK

NOTASI NAMA LOOP (R/B):
CLIK KIRI PANEL COM MUNCUL BEBERAPA PILIHAN (COMMENT DISCRIPTION) :
1. PILIHAN SHAPE,
2. JENIS HURUF/FON
3. GRAPHICS: NONE (KETIK R1/B1) ATAU PILIH IMAGE TERUS CLIK ANAK PANAH PILIH NOTASI LOOP
4. PILIHAN WARNA SESUKA ANDA
5. DIAKHIRI OK

MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI:
1. CLIK TANDA GEMBOK
2. CLIK VARIABEL YG AKAN DIUKUR/DIHITUNG
3. LANJUTKAN KLIK SIMBUL LOOP (BULATAN) YG TERLETAK DIKIRI NOMOR 3 DARI ATAS
4. MUNCUL NILAI LOOP YG DILIHAT YG PALING BAWAH DARI DAFTAR KEMUDIAN TULIS DI KOTAK VARIABEL ATAU DIKERTAS KONSEP
5. LAKUKAN SEPERTI TSB DIATAS PADA SEMUA VARIABEL
6. VARIABEL YG PALING BESAR NILAI LOOPNYA ITULAH VARIABEL KUNCI/UTAMA YG JUGA UNTUK MENENTUKAN LEVERAGE
7. UNTUK PEMBUATAN DIAGRAM SCENARIO DIAMBIL DUA VARIABEL YG MEMPUNYAI NILAI TERTINGGI

MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
1. CLIK KIRI TANDA GEMBOK
2. CLIK KIRI VARIABEL
3. CLIK KIRI TANDA PANEL KIRI ATAS UNTUK USES TREE DAN DIBAWAHNYA UNTUK CAUSES TREE
4. TANDA DOC = DOCUMENT

CARA MENGCOPY:
1. DIBLOK KESELURUHAN DG KLIK KIRI DAN DITEKAN SAMPAI KESELURUHAN OBYEK
2. CLIK KANAN TERUS COPY
3. BUKA MS WORD ATAU POWER POINT TERUS PASTE
4. ATAU DI SAVE DAN MASUKKAN PADA VOLDER/FILE YG ANDA INGINKAN

SELAMAT MENCOBA, JIKA KESULITAN HUBUNGI : HP. 08156900469, E-MAIL : sigitmarhaen@yahoo.co.id

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE

PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
TERHADAP PROSES DEMOKRATISASI
Sigit Sumarhaen Yanto
Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah

Proses demokratisasi ditingkat local yang antara lain diimplementasikan dalam pemilihann Kepala Daerah mengalami perubahan yang sangat mendasar sesuai dengan tuntutan reformasi. Namun sampai saat ini pelaksanaan Pilkada tidak langsung dan Pilkada Langsung sering diperdebatkan banyak kalangan. Apakah Pilkada Tidak Langsung dimaksud tidak/kurang demokratis? Dan Apakah Pilkada Langsung itu sudah demokratis?
Pilkada Tidak Langsung
Pada era orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dianggap gagal dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan disebabkan maraknya penyalahgunaan kewenangan/kekuasaan (abuse of power), system pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik, monopolistic, tidak efektif dan efisien serta tumbuh suburnya KKN. Namun juga tidak bisa dipungkiri selama 32 tahun berkuasa setidak-tidaknya juga telah meletakkan pondasi bagi pembangunan di Indonesia. Pilkada Tidak Tangsung di era orde baru, dilaksanakan berdasarkan UU No 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.
Di era orde baru kewenangan/kekuasaan lebih dominan ditangan eksekutif, khususnya pemerintah pusat. Demikian juga dalam hal memilih Kepala Daerah justru calon ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat I bagi Kepala Daerah Tingkat II. Calon-calon tersebut disampaikan kepada DPRD yang bersangkutan untuk dipilih dan diajukan kepada Presiden/Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya dua orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. Para calon Kepala Daerah tersebut adalah pegawai negeri yang memenuhi syarat dan pada umumnya telah dipersiapkan, bahkan sudah menjadi rahasia umum untuk jabatan Kepala Daerah dimaksud sudah dibagi-bagi, misalnya daerah A jatah untuk ABRI, daerah B untuk pejabat sipil. Sehingga walaupun pemilihan dilakukan oleh wakil rakyat banyak yang berpendapat pemilihan tersebut adalah pemilihan semu atau ada juga yang berpendapat bagaikan memilih kucing di dalam karung.
Di era reformasi, dengan semakin menguatnya tuntutan demokratisasi maka penyelenggaraan pemerintahan di daerahpun mengalami perubahan yang sangat mendasar. UU No 5 Tahun 1974 diganti dengan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana kewenangan/kekuasaan yang dominan berbalik dari tangan eksekutif ke tangan legislative, lebih bersifat desentralistik bahkan dikenal dengan era otonomi yang seluas-luasnya. Pemilihan Kepala Daerah walaupun masih dikatagorikan Pilkada Tidak Langsung tetapi kewenangan wakil-wakil rakyat di DPRD sangat dominan karena calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditentukan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan. Penjaringan bakal calon dilakukan oleh fraksi-fraksi dan atau gabungan dari fraksi-fraksi.
Jika dibandingkan dengan Pilkada diera orde baru jelas mengalami perubahan yang sangat mendasar dan boleh dikatakan lebih demokratis. Menurut guru besar Unair “Kacung Marijan” yang juga sebagai pengamat social politik, menyebutkan bahwa desain untuk menumbuhkan demokrasi adalah melalui pembukaan kran system multi partai dan adanya pemilu yang bebas dan adil (free and fair election). Desain lainnya adalah pemberian kekuasaan dan otoritas yang lebih besar kepada lembaga perwakilan.
Namun fakta menunjukkan bahwa karena kewenangan DPRD dan fraksi-fraksi sangat kuat maka banyak penyimpangan-penyimpangan (abuse of power), antara lain maraknya politik uang di tingkat DPRD. Mengingat yang mengajukan bakal calon oleh fraksi-fraksi maka bisa dipastikan bahwa calon yang diajukan oleh partai pemenang pemilu berpeluang besar menjadi Kepala Daerah. Sisi negative lain yang timbul adalah tidak semua partai peserta pemilu mempunyai kader yang kompeten, sehingga ketika terpilih menjadi Kepala Daerah banyak masalah-masalah yang timbul.
Pilkada Langsung
Lahirnya UU No 32 Tahun 2004 membawa perubahan yang fundamental dalam hal pemilihan Kepala Daerah. Kepala Daerah yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD, sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Pilkada Langsung ini untuk menutupi kekurangan-kekuarangan dimasa lampau. Sebagai implementasi amandemen (sampai dengan amandemen yang ke 4) UUD 1945 terjadi perubahan tentang system penyelenggaraan pemerintahan negara. Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Demikian juga Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, walaupun dalam UUD 1945 (pasal 18 (4) amandemen yang ke 2) hanya menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, Walikota dipilih secara demokratis, tidak ada penjelasan lebih lanjut bahwa yang dimaksud demokratis disini apakah harus dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat. Baru dalam UU No 32 Tahun 2004 secara jelas pasal 24 (5) menyebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Pilkada langsung sebagaimana disampaikan oleh Tri Widodo (peneliti madya bidang administrasi public) dimaksudkan untuk mengembalikan hak demokrasi kepada pemiliknya (yaitu rakyat), ketentuan tentang Pilkada Langsung juga diharapkan dapat mendorong proses pembangunan sosial ekonomi secara lebih cepat sehingga dapat diwujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula. Logikanya, Kepala Daerah yang mendapat dukungan langsung dan penuh dari rakyat, akan mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan sinergis dengan berbagai komponen pendukungnya.
Masalah yang timbul adalah apakah rakyat sebagai pemilih yang mempunyai kedaulatan sudah mampu menggunakan hak pilihnya dengan baik? Teringat nasehat seorang teman (Edi Santoso) ketika penulis menjadi salah satu konstestan pilkada di Kota Pekalongan tanggal 5 Juni 2005, beliau berpandangan bahwa maping (pemetaan) pemilih menjadi empat, yaitu pertama : pemilih idialis yaitu pemilih yang karena anggota atau simpatisan partai tertentu cenderung memilih yang dicalonkan oleh partainya, ternyata dari berbagai pengalaman menunjukkan partai pemenang pemilu tidak semuanya memenangkan pilkada di daerahnya; kedua: pemilih cultural, misalnya orang NU akan memilih calon yang dari NU dsb, dan faktanya di daerah tertentu pemilih cultural ini sangat berpengaruh; ketiga: pemilih intelektual, yaitu pemilih yang mempertimbangkan kemampuan intelektual/ kompetensi dari calon; keempat: pemilih yang terbeli, artinya suaranya dapat dibeli, faktanya masih banyak yang menggunakan politik uang.
Kecuali maping pemilih, Edi Santoso juga menyarankan untuk maping dirinya sendiri sebagai calon, menurutnya sebagai calon terdapat empat criteria, yaitu pertama: politik, apakah ada partai yang akan mencalonkan; kedua: apakah calon cukup popular atau dikenal masyarakat, hal ini bisa diukur dari aktifitas organisasi kemasyarakatan, keolahragaan dsb; ketiga: intelektualitas/kompetensi, bisa diukur dari pendidikan dan pengalaman; ketiga: ekonomi, yaitu apakah calon cukup mampu membiayai pencalonannya. Jika seorang calon memenuhi keempat kriteria diatas, akan sangat berpeluang memenangkan pemilihan. Pandangan yang hampir sama juga disampaikan oleh Kacung Marijan bahwa seorang calon Kepala Daerah harus mempunyai tiga modal yaitu modal politik (political capital), modal sosial (social capital), dan modal ekonomi (economic capital). Ibarat perlombaan balapan mobil, pasangan calon Kepala Daerah berpeluang memenangkan pilkada manakala memiliki mobil yang baik, sopir yang piawai, dan bensin yang memadai.
Pilkada Langsung juga menuntut konsekwensi pembiayaan yang sangat besar sehingga membebani APBD yang nota bene uang rakyat. Disamping itu bagi calon Kepala Daerah sebagaimana diuraikan diatas harus mempunyai modal ekonomi yang cukup, karena sosialisasi dan kampanye akan menyedot biaya yang besar. Tidak jarang bagi calon ada yang dibiayai oleh pihak ketiga, sudah barang tentu dengan menunut imbalan jika terpilih agar proyek-proyek diberikan kepadanya. Kampanye Pilkada hitam acap kali menyulut konflik horizontal, saling menyerang antar simpatisan yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kadang para calon juga tidak siap kalah, yang menyebabkan konflik berkepanjangan pasca Pilkada, baik diselesaikan melalui jalur hukum bahkan tidak jarang dengan tindakan anarkisme, membakar gedung pemerintah maupun merusak rumah-rumah pribadi.
Untuk mengantisipasi dampak negative Pilkada Langsung tersebut, Prof. Dr. Muladi pernah mewacanakan bahwa Pilkada Langsung sebaiknya dilakukan untuk Bupati/Walikota saja, sedang untuk pemilihan Gubernur cukup ditunjuk dan atau dipilih DPRD. Pandangan tersebut saya kira disamping mengurangi dampak Pilkada Langsung juga akan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia agar tidak tercabik-cabik. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sebagaimana dilansir okeyzone.com (news), menilai pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung perlu ditinjau ulang. Alasannya, model demokrasi yang selama ini diterapkan secara langsung telah merusak moral masyarakat.
“Data di sini, di MK, itu tampaknya pilkada langsung banyak merusak moral masyarakat. Saya di MK melihat kebohongan-kebohongan, teror, kolusi antar pejabat dan calon, kolusi antara KPU dan calon, banyak di sini kasus. Kemudian saya berpikir, apa benar pilihan kita ini,” kata Mahfud di Gedung MK, Senin (3/8/2010). Mahfud berseloroh, jika kepala daerah dipilih lewat DPRD, mungkin yang rusak hanya 40 orang, ya anggota DPRD-nya saja.Tapi jika lewat pilkada langsung, yang akan rusak jutaan masyarakat. Wacana ini jelas akan mendapatkan penolakan dari kalangan politik praktis, sebab sebagian kue kekuasaannya akan berkurang. Bahkan Pilkada secara langsung dinilai masih yang terbaik walaupun tidak dapat dipungkiri pilkada langsung mempunyai dampak besar baik secara sosiologis maupun ekonomis.
Kesimpulannya, ditinjau dari aspek demokratisasi pilkada langsung masih dianggap paling baik dibandingkan pilkada tidak langsung, hanya saja yang menjadi masalah kedepan adalah bagaimana meminimalisir dampak negative dari pilkada langsung tersebut? kembali pada komitmen semua pihak. Penulis menawarkan untuk diatasi dengan menyempurnakan peraturan perundang-undangan pilkada langsung dengan mengakomodir ekspektasi semua pihak.