feedburner

Selamat datang di presonal blog saya. selamat membaca.

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE UNTUK MEMPROSES SYSTEMS THINKING (ARCHETYPE/CLD) DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

LANGKAH PERTAMA:
Install program vensim di computer anda.
Caranya: open program dan diteruskan petunjuk panduan install otomatis
Open menu : buka vensim

LANGKAH KEDUA:
Setelah program siap pakai cermati petunjuk panel pada layar computer.

LANGKAH KETIGA MULAI MEMBUAT CLD/ARCHETYPE:
1. Variabel
2. Loop
3. Notasi hubungan antar variabel
4. Notasi nama loop (r/b)
5. Menentukan variabel utama/ kunci
6. Menganalisis hubungan antar variabel
7. Cara mengcopy

VARIABEL:
Variabel : clik panel var (tanpa border line/kotak) atau dengan bok/kotak).
Disarankan yang pakai kotak karena lebih rajin.
Variabel dibuat semua terlebih dulu
Ditata letaknya variabel yang berdekatan agar tidak terlalu banyak loop yg bertumpuk

MEMBUAT LOOP:
Clik garis melengkung
Letakkan cursor dg mous di kotak variabel clik kiri/tekan dilepaskan dan geser cursor arahkan ke variabel yang anda inginkan dan clik kiri dan lepaskan tekanan, lakukan yg sama sampai hubungan semua variabel selesai
Jika cursor ditarik hanya membentuk garis lurus maka harus dibentuk melengkung dg cara ditengah garis lurus ada tanda titik/bulat tarik secukupnya sesuai yg anda inginkan dg clik kiri ditahan/tekan dan geser secukupnya

NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
Clik kanan pada pucuk tanda panah (loop), muncul beberapa pilihan notasi (+/- atau s/o) pilih yg sesuai dan akhiri ok

NOTASI NAMA LOOP (R/B):
Clik kiri panel com muncul beberapa pilihan (comment discription) :
Pilihan shape,
Jenis huruf/fon
Graphics: none (ketik R1/B1) atau pilih image terus clik anak panah pilih notasi loop
Pilihan warna sesuka anda
Diakhiri ok

MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI (LEVERAGE):
Clik tanda kunci
Clik variabel yg akan diukur/dihitung
Lanjutkan klik simbul loop (bulatan) yg terletak dikiri nomor 3 dari atas
Muncul nilai loop yg dilihat yg paling bawah dari daftar kemudian tulis di kotak variabel atau dikertas konsep
Lakukan seperti tsb diatas pada semua variabel
Variabel yg paling besar nilai loopnya itulah variabel kunci/utama yg juga untuk menentukan leverage
Untuk pembuatan diagram scenario diambil dua variabel yg mempunyai nilai tertinggi

MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
Clik kiri tanda gembok
Clik kiri variabel
Clik kiri tanda panel kiri atas untuk induktif dan dibawahnya untuk deduktif (ST dlm MS)
Tanda doc = document

CARA MENGCOPY:
Diblok keseluruhan dg klik kiri dan ditekan sampai keseluruhan obyek
Clik kanan terus copy
Buka ms word atau power point terus paste
Atau di save dan masukkan pada folder/file yg anda inginkan

SELAMAT MENCOBA

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE UNTUK MEMPROSES SYSTEMS THINKING (ARCHETYPE/CLD)

LANGKAH PERTAMA:
Install program vensim di computer anda.
Caranya: open program dan diteruskan petunjuk panduan install otomatis
Open menu : buka vensim

TAHAP KEDUA:
Setelah program siap pakai cermati petunjuk panel pada layar computer.

TAHAP KETIGA MULAI MEMBUAT CLD/ARCHETYPE:
1. VARIABEL
2. LOOP
3. NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
4. NOTASI NAMA LOOP (R/B)
5. MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI
6. MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
7. CARA MENGCOPY

VARIABEL : CLIK PANEL VAR (TANPA BORDER LINE/KOTAK ATAU DENGAN BOK/KOTAK).
VARIABEL DIBUAT SEMUA TERLEBIH DAHULU,DITATA LETAKNYA VARIABEL YANG BERDEKATAN AGAR TIDAK TERLALU BANYAK LOOP YG BERTUMPUK

MEMBUAT LOOP:
CLIK GARIS MELENGKUNG
LETAKKAN CURSOR DG MOUSE DI KOTAK VARIABEL CLIK KIRI DAN GESER CURSOR ARAHKAN KE VARIABEL YANG ANDA INGINKAN DAN CLIK KIRI , LAKUKAN YG SAMA SAMPAI HUBUNGAN SEMUA VARIABEL SELESAI.
JIKA CURSOR DITARIK HANYA MEMBENTUK GARIS LURUS MAKA HARUS DIBENTUK MELENGKUNG DG CARA DITENGAH GARIS LURUS ADA TANDA TITIK/BULAT TARIK SECUKUPNYA SESUAI YG ANDA INGINKAN DG CLIK KIRI DITAHAN/TEKAN DAN GESER SECUKUPNYA

NOTASI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
CLIK KANAN PADA PUCUK TANDA PANAH (LOOP), MUNCUL BEBERAPA PILIHAN NOTASI (+/- ATAU S/O) PILIH YG SESUAI DAN AKHIRI OK

NOTASI NAMA LOOP (R/B):
CLIK KIRI PANEL COM MUNCUL BEBERAPA PILIHAN (COMMENT DISCRIPTION) :
1. PILIHAN SHAPE,
2. JENIS HURUF/FON
3. GRAPHICS: NONE (KETIK R1/B1) ATAU PILIH IMAGE TERUS CLIK ANAK PANAH PILIH NOTASI LOOP
4. PILIHAN WARNA SESUKA ANDA
5. DIAKHIRI OK

MENENTUKAN VARIABEL UTAMA/ KUNCI:
1. CLIK TANDA GEMBOK
2. CLIK VARIABEL YG AKAN DIUKUR/DIHITUNG
3. LANJUTKAN KLIK SIMBUL LOOP (BULATAN) YG TERLETAK DIKIRI NOMOR 3 DARI ATAS
4. MUNCUL NILAI LOOP YG DILIHAT YG PALING BAWAH DARI DAFTAR KEMUDIAN TULIS DI KOTAK VARIABEL ATAU DIKERTAS KONSEP
5. LAKUKAN SEPERTI TSB DIATAS PADA SEMUA VARIABEL
6. VARIABEL YG PALING BESAR NILAI LOOPNYA ITULAH VARIABEL KUNCI/UTAMA YG JUGA UNTUK MENENTUKAN LEVERAGE
7. UNTUK PEMBUATAN DIAGRAM SCENARIO DIAMBIL DUA VARIABEL YG MEMPUNYAI NILAI TERTINGGI

MENGANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL:
1. CLIK KIRI TANDA GEMBOK
2. CLIK KIRI VARIABEL
3. CLIK KIRI TANDA PANEL KIRI ATAS UNTUK USES TREE DAN DIBAWAHNYA UNTUK CAUSES TREE
4. TANDA DOC = DOCUMENT

CARA MENGCOPY:
1. DIBLOK KESELURUHAN DG KLIK KIRI DAN DITEKAN SAMPAI KESELURUHAN OBYEK
2. CLIK KANAN TERUS COPY
3. BUKA MS WORD ATAU POWER POINT TERUS PASTE
4. ATAU DI SAVE DAN MASUKKAN PADA VOLDER/FILE YG ANDA INGINKAN

SELAMAT MENCOBA, JIKA KESULITAN HUBUNGI : HP. 08156900469, E-MAIL : sigitmarhaen@yahoo.co.id

CARA PENGGUNAAN VENSIM PLE

PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
TERHADAP PROSES DEMOKRATISASI
Sigit Sumarhaen Yanto
Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah

Proses demokratisasi ditingkat local yang antara lain diimplementasikan dalam pemilihann Kepala Daerah mengalami perubahan yang sangat mendasar sesuai dengan tuntutan reformasi. Namun sampai saat ini pelaksanaan Pilkada tidak langsung dan Pilkada Langsung sering diperdebatkan banyak kalangan. Apakah Pilkada Tidak Langsung dimaksud tidak/kurang demokratis? Dan Apakah Pilkada Langsung itu sudah demokratis?
Pilkada Tidak Langsung
Pada era orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dianggap gagal dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan disebabkan maraknya penyalahgunaan kewenangan/kekuasaan (abuse of power), system pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik, monopolistic, tidak efektif dan efisien serta tumbuh suburnya KKN. Namun juga tidak bisa dipungkiri selama 32 tahun berkuasa setidak-tidaknya juga telah meletakkan pondasi bagi pembangunan di Indonesia. Pilkada Tidak Tangsung di era orde baru, dilaksanakan berdasarkan UU No 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.
Di era orde baru kewenangan/kekuasaan lebih dominan ditangan eksekutif, khususnya pemerintah pusat. Demikian juga dalam hal memilih Kepala Daerah justru calon ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat I bagi Kepala Daerah Tingkat II. Calon-calon tersebut disampaikan kepada DPRD yang bersangkutan untuk dipilih dan diajukan kepada Presiden/Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya dua orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. Para calon Kepala Daerah tersebut adalah pegawai negeri yang memenuhi syarat dan pada umumnya telah dipersiapkan, bahkan sudah menjadi rahasia umum untuk jabatan Kepala Daerah dimaksud sudah dibagi-bagi, misalnya daerah A jatah untuk ABRI, daerah B untuk pejabat sipil. Sehingga walaupun pemilihan dilakukan oleh wakil rakyat banyak yang berpendapat pemilihan tersebut adalah pemilihan semu atau ada juga yang berpendapat bagaikan memilih kucing di dalam karung.
Di era reformasi, dengan semakin menguatnya tuntutan demokratisasi maka penyelenggaraan pemerintahan di daerahpun mengalami perubahan yang sangat mendasar. UU No 5 Tahun 1974 diganti dengan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana kewenangan/kekuasaan yang dominan berbalik dari tangan eksekutif ke tangan legislative, lebih bersifat desentralistik bahkan dikenal dengan era otonomi yang seluas-luasnya. Pemilihan Kepala Daerah walaupun masih dikatagorikan Pilkada Tidak Langsung tetapi kewenangan wakil-wakil rakyat di DPRD sangat dominan karena calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditentukan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan. Penjaringan bakal calon dilakukan oleh fraksi-fraksi dan atau gabungan dari fraksi-fraksi.
Jika dibandingkan dengan Pilkada diera orde baru jelas mengalami perubahan yang sangat mendasar dan boleh dikatakan lebih demokratis. Menurut guru besar Unair “Kacung Marijan” yang juga sebagai pengamat social politik, menyebutkan bahwa desain untuk menumbuhkan demokrasi adalah melalui pembukaan kran system multi partai dan adanya pemilu yang bebas dan adil (free and fair election). Desain lainnya adalah pemberian kekuasaan dan otoritas yang lebih besar kepada lembaga perwakilan.
Namun fakta menunjukkan bahwa karena kewenangan DPRD dan fraksi-fraksi sangat kuat maka banyak penyimpangan-penyimpangan (abuse of power), antara lain maraknya politik uang di tingkat DPRD. Mengingat yang mengajukan bakal calon oleh fraksi-fraksi maka bisa dipastikan bahwa calon yang diajukan oleh partai pemenang pemilu berpeluang besar menjadi Kepala Daerah. Sisi negative lain yang timbul adalah tidak semua partai peserta pemilu mempunyai kader yang kompeten, sehingga ketika terpilih menjadi Kepala Daerah banyak masalah-masalah yang timbul.
Pilkada Langsung
Lahirnya UU No 32 Tahun 2004 membawa perubahan yang fundamental dalam hal pemilihan Kepala Daerah. Kepala Daerah yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD, sekarang dipilih langsung oleh rakyat. Pilkada Langsung ini untuk menutupi kekurangan-kekuarangan dimasa lampau. Sebagai implementasi amandemen (sampai dengan amandemen yang ke 4) UUD 1945 terjadi perubahan tentang system penyelenggaraan pemerintahan negara. Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Demikian juga Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, walaupun dalam UUD 1945 (pasal 18 (4) amandemen yang ke 2) hanya menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, Walikota dipilih secara demokratis, tidak ada penjelasan lebih lanjut bahwa yang dimaksud demokratis disini apakah harus dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat. Baru dalam UU No 32 Tahun 2004 secara jelas pasal 24 (5) menyebutkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Pilkada langsung sebagaimana disampaikan oleh Tri Widodo (peneliti madya bidang administrasi public) dimaksudkan untuk mengembalikan hak demokrasi kepada pemiliknya (yaitu rakyat), ketentuan tentang Pilkada Langsung juga diharapkan dapat mendorong proses pembangunan sosial ekonomi secara lebih cepat sehingga dapat diwujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula. Logikanya, Kepala Daerah yang mendapat dukungan langsung dan penuh dari rakyat, akan mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan sinergis dengan berbagai komponen pendukungnya.
Masalah yang timbul adalah apakah rakyat sebagai pemilih yang mempunyai kedaulatan sudah mampu menggunakan hak pilihnya dengan baik? Teringat nasehat seorang teman (Edi Santoso) ketika penulis menjadi salah satu konstestan pilkada di Kota Pekalongan tanggal 5 Juni 2005, beliau berpandangan bahwa maping (pemetaan) pemilih menjadi empat, yaitu pertama : pemilih idialis yaitu pemilih yang karena anggota atau simpatisan partai tertentu cenderung memilih yang dicalonkan oleh partainya, ternyata dari berbagai pengalaman menunjukkan partai pemenang pemilu tidak semuanya memenangkan pilkada di daerahnya; kedua: pemilih cultural, misalnya orang NU akan memilih calon yang dari NU dsb, dan faktanya di daerah tertentu pemilih cultural ini sangat berpengaruh; ketiga: pemilih intelektual, yaitu pemilih yang mempertimbangkan kemampuan intelektual/ kompetensi dari calon; keempat: pemilih yang terbeli, artinya suaranya dapat dibeli, faktanya masih banyak yang menggunakan politik uang.
Kecuali maping pemilih, Edi Santoso juga menyarankan untuk maping dirinya sendiri sebagai calon, menurutnya sebagai calon terdapat empat criteria, yaitu pertama: politik, apakah ada partai yang akan mencalonkan; kedua: apakah calon cukup popular atau dikenal masyarakat, hal ini bisa diukur dari aktifitas organisasi kemasyarakatan, keolahragaan dsb; ketiga: intelektualitas/kompetensi, bisa diukur dari pendidikan dan pengalaman; ketiga: ekonomi, yaitu apakah calon cukup mampu membiayai pencalonannya. Jika seorang calon memenuhi keempat kriteria diatas, akan sangat berpeluang memenangkan pemilihan. Pandangan yang hampir sama juga disampaikan oleh Kacung Marijan bahwa seorang calon Kepala Daerah harus mempunyai tiga modal yaitu modal politik (political capital), modal sosial (social capital), dan modal ekonomi (economic capital). Ibarat perlombaan balapan mobil, pasangan calon Kepala Daerah berpeluang memenangkan pilkada manakala memiliki mobil yang baik, sopir yang piawai, dan bensin yang memadai.
Pilkada Langsung juga menuntut konsekwensi pembiayaan yang sangat besar sehingga membebani APBD yang nota bene uang rakyat. Disamping itu bagi calon Kepala Daerah sebagaimana diuraikan diatas harus mempunyai modal ekonomi yang cukup, karena sosialisasi dan kampanye akan menyedot biaya yang besar. Tidak jarang bagi calon ada yang dibiayai oleh pihak ketiga, sudah barang tentu dengan menunut imbalan jika terpilih agar proyek-proyek diberikan kepadanya. Kampanye Pilkada hitam acap kali menyulut konflik horizontal, saling menyerang antar simpatisan yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Kadang para calon juga tidak siap kalah, yang menyebabkan konflik berkepanjangan pasca Pilkada, baik diselesaikan melalui jalur hukum bahkan tidak jarang dengan tindakan anarkisme, membakar gedung pemerintah maupun merusak rumah-rumah pribadi.
Untuk mengantisipasi dampak negative Pilkada Langsung tersebut, Prof. Dr. Muladi pernah mewacanakan bahwa Pilkada Langsung sebaiknya dilakukan untuk Bupati/Walikota saja, sedang untuk pemilihan Gubernur cukup ditunjuk dan atau dipilih DPRD. Pandangan tersebut saya kira disamping mengurangi dampak Pilkada Langsung juga akan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia agar tidak tercabik-cabik. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sebagaimana dilansir okeyzone.com (news), menilai pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung perlu ditinjau ulang. Alasannya, model demokrasi yang selama ini diterapkan secara langsung telah merusak moral masyarakat.
“Data di sini, di MK, itu tampaknya pilkada langsung banyak merusak moral masyarakat. Saya di MK melihat kebohongan-kebohongan, teror, kolusi antar pejabat dan calon, kolusi antara KPU dan calon, banyak di sini kasus. Kemudian saya berpikir, apa benar pilihan kita ini,” kata Mahfud di Gedung MK, Senin (3/8/2010). Mahfud berseloroh, jika kepala daerah dipilih lewat DPRD, mungkin yang rusak hanya 40 orang, ya anggota DPRD-nya saja.Tapi jika lewat pilkada langsung, yang akan rusak jutaan masyarakat. Wacana ini jelas akan mendapatkan penolakan dari kalangan politik praktis, sebab sebagian kue kekuasaannya akan berkurang. Bahkan Pilkada secara langsung dinilai masih yang terbaik walaupun tidak dapat dipungkiri pilkada langsung mempunyai dampak besar baik secara sosiologis maupun ekonomis.
Kesimpulannya, ditinjau dari aspek demokratisasi pilkada langsung masih dianggap paling baik dibandingkan pilkada tidak langsung, hanya saja yang menjadi masalah kedepan adalah bagaimana meminimalisir dampak negative dari pilkada langsung tersebut? kembali pada komitmen semua pihak. Penulis menawarkan untuk diatasi dengan menyempurnakan peraturan perundang-undangan pilkada langsung dengan mengakomodir ekspektasi semua pihak.

PENDIDIKAN WAWASAN KEBANGSAAN

PENDIDIKAN WAWASAN KEBANGSAAN
Sigit Sumarhaen Yanto
Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah

Pendahuluan
Dari berbagai kalangan mengatakan bahwa dewasa ini kecintaan dan kebanggaan kepada bangsa dan tanah air Indonesia semakin memudar, bahkan rasa Nasionalisme dikhawatirkan bisa lenyap seiring dengan semakin kompleknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih lagi lingkungan strategis kita baik internal dan eksternal perkembangannya semakin cepat dan komplek (dynamic complecity). Pengaruh globalisasi seperti akibat kemajuan dalam bidang telekomunikasi, traveling, transfortasi dan media cetak maupun elektronik telah merubah tata kehidupan masyarakat Indonesia sehingga wawasan kebangsaan masyarakat dapat menurun.
Pesatnya perkembangan globalisasi tidak hanya mempengaruhi kultur budaya bangsa, namun juga mempengaruhi wawasan kebangsaan masyarakat yang saat ini mulai mengalami penurunan atau degradasi. Maka perlu adanya upaya menanamkan, menumbuhkembangkan dan memelihara wawasan kebangsaan masyarakat melalui sentra-sentra pendidikan seperti sentra keluarga, masyarakat dan sekolah, yang disebut pula sebagai tri sentra pendidikan (tiga pusat pendidikan). “Seluruh sentra tersebut dikembangkan inklusivisme bukan eksklusivisme dimulai dari keluarga, masyarakat (society maupun community) dan sekolah”, tutur Prof. Dr. Rasdi Eko Siswoyo, MSc dalam Forum Kebangsaan Kota Semarang 2007 di Gedung Balaikota, Rabu (29/8).
Wawasan kebangsaan didefinisikan sebagai sudut pandang atau cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati dirinya sebagai suatu bangsa, juga dalam memandang dirinya dan tingkah laku sesuai falsafah hidup bangsanya dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternalnya. Hasil pandangan itu merumuskan bahwa negara Indonesia itu merupakan negara kepulauan yang mempunyai kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya, kesatuan system pertahanan dan keamanan, serta segala macam aspek kehidupan yang serba satu.
Memperhatikan semakin menipisnya wawasan kebangsaan saat ini, yang menjadi permasalahan adalah apakah pendidikan wawasan kebangsaan perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya ? factor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi lemahnya wawasan kebangsaan kita ?, dan konsep-konsep wawasan kebangsaan yang bagaimana untuk menghadapi masyarakat yang majemuk ?, saya kira untuk mencari jawabannya memerlukan pemikiran yang tidak mudah, berikut ini penulis tidak berpretensi yang mumpuni tetapi sekedar ikut mencoba mencari solusinya, sudah barang tentu dengan menggunakan bantuan pemikiran-pemikiran para pakar.

Pendidikan Wawasan Kebangsaan
Sebagaimana diuraikan diatas bahwa sentra pendidikan meliputi keluarga, masyarakat dan sekolah, oleh karenanya ketiga komponen inilah yang mestinya bertanggung jawab terhadap pendidikan kewaspadaan masyarakat ini. Dari beberapa artikel yang sempat penulis baca bersumber dari internet, ternyata ketiga komponen tersebut sudah banyak berperan, bahkan sudah ada lembaga swasta yang mengadakan pelatihan mengenai wawasan kebangsaan apalagi lembaga-lembaga resmi pemerintah seperti Kesbanglinmas di berbagai Provinsi/Kabupaten/Kota telah menyelenggarakan forum diskusi tentang perlunya pendidikan wawasan kebangsaan. Hanya hasilnya sampai dengan saat ini masih belum terlihat dengan nyata.
Pada saat masa orde baru, pemerintah menyelenggarakan penataran P.4, saya kira itu merupakan upaya untuk meningkatkan wawasan kebangsaan kita. Sayangnya usaha yang luhur tersebut disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis dan akhirnya menghadapi resistensi dari masyarakat terlebih pada saat munculnya era reformasi. Wawasan kebangsaan saat ini, menurut Laksda TNI (Purn) Koesnadi Kardi yang ditulis Hatta Harris Rahman yaitu waktu beliau menjabat Kabagdiklat Dephan adalah sudah sangat menurun di berbagai kehidupan masyarakat baik di lingkungan pendidikan, pemukiman masyarakat maupun di lingkungan kerja. Hal ini tercermin dengan rendahnya kinerja masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Untuk itu sudah saatnya semua komponen bangsa peduli dalam meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat. Hal ini dapat diupayakan melalui pendidikan kebangsaan baik di lingkungan pendidikan formal maupun informal.pendidikan di lingkungan pemukiman maupun pendidikan di lingkungan kerja. Namun barangkali akan timbul resistensi dari masyarakat maupun media massa karena di khawatirkan seperti jaman Orde Lama.
Oleh karena itu masyarakat harus menyadari pentingnya meningkatkan wawasan kebangsaan untuk masa-masa mendatang karena kalau tidak di lakukan maka akan semakin timbul degradasi dalam National and Character Building dan bangsa Indonesia tinggal saat-saat kehancurannya saja bilamana tidak di lakukan upaya yang serius melalui pendidikan, hanya saja jangan dilakukan seperti di jaman Orde Baru, melainkan metodenya harus diperbaiki tidak seperti di masa yang lalu yang syarat dengan doktriner bukan menerima pendidikan kebangsaan dengan secara kesadaran.
Wawasan kebangsaan masyarakat yang tinggi sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia agar dapat menghasilkan kinerja yang baik. Kinerja yang baik dapat tumbuh karena adanya wawasan kebangsaan yang baik pula. Kita bisa berkaca pada Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Korea, Singapura maupun Jepang. Hal ini dapat dilihat bagaimana cara bekerja mereka yang sangat tinggi kinerjanya dibandingkan dengan bangsa Indonseia.
Apabila pendidikan kebangsaan dilakukan secara teratur dan berlanjut maka akan nampak hasilnya beberapa tahun mendatang dengan indikasi kinerja bangsa Indonesia yang sejajar dengan bangsa lain seperti adanya transparansi, tidak adanya kolusi, korupsi dan nepotisme. Seperti yang sekarang terjadi masih dapat dilihat di media cetak dan elektronik yang mengemuka dengan adanya kasus-kasus korupsi, kekerasan masyarakat dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Apabila wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini akan tidak terjadi karena adanya rasa nasionalisme yang tinggi, budaya malu, rasa harga diri yang tinggi, dedikasi yang tinggi serta semangat kerja yang tinggi.
Pendidikan wawasan kebangsaan tidak boleh terputus karena akan tidak berlanjutnya kelangsungan system, metoda dan doktrin yang telah disusun dalam bentuk kurikulum pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah Menengah, Sekolah lanjutan, sampai perguruan tinggi. Kemudian dilanjutkan di tempat kerja maupun di lingkungan pemukiman. Apabila hal ini dilakukan maka tidak ada celah-celah kekosongan dalam pendidikan wawasan kebangsaan sehingga pendidikan wawasan kebangsaan selalu dilakukan secara terencana, bertahap dan berlanjut secara otomatis.
Mengingat wawasan kebangsaan masyarakat saat ini rendah dengan berbagai indikasi maka perlu upaya peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui pendidikan kebangsaan. Apabila hal ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas kebangsaan masyarakat yang tercermin dengan berbagai hal seperti etos kerja, semangat kerja, tidak adanya pelanggran hukum, tidak ada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintah merupakan subyek yang dominan dalam menyelenggarakan pendidikan kebangsaan guna meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan melaksanakan perencanaan pendidikan, pengorganisasian dalam pendidikan kebangsaan, mengatur kegiatan dalam pendidikan kebangsaan serta mengawasi jalannya pendidikan kebangsaan masyarakat.
Factor-faktor yang mempengaruhi
Factor-faktor yang mempengaruhi lemahnya wawasan kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia sangatlah komplek. Secara umum dapat dilihat pengaruh dari dalam (internal) dan pengaruh dari luar (eksternal). Pengaruh dari dalam antara lain banyaknya suku, agama, ras, budaya local, geografis, politik, ekonomi. Sedangkan factor yang mempengaruhi dari luar adalah perubahan yang cepat dan komplek kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan pengaruh globalisasi .
Sehingga perlu diperhatikan dinamika, kompleksitas dan keanekaragaman dalam kehidupan masyarakat, jangan terjadi kesenjangan pembangunan, kesenjangan sosial & ekonomi, dan dihindari adanya upaya-upaya untuk mengekang proses demokratisasi & desentralisasi, serta pikiran-pikiran sempit yg bersifat primordial.
Konsepnya bagaimana
Mengingat wawasan kebangsaan yang sudah semakin menurun saat ini maka perlu upaya peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui pendidikan, penataran, pelatihan yang direncanakan oleh pemerintah selanjutnya diorganisir dan dilaksanakan kegiatannya serta diawasi pelaksanaannya baik di lingkungan pendidikan formal maupun informal, lingkungan pekerjaan maupun lingkungan pemukiman. Yang perlu ditumbuhkan adalah kesadaran bukan pemaksaan dan tidak sekedar kepatuhan tetapi komitmen berbagai komponen pendidikan yang ada untuk meningkatkan wawasan kebangsaan kita.
Metode yang digunakan adalah metode pendidikan, penataran dan pelatihan di masyarakat baik di lingkungan pendidikan, di lingkungan kerja, maupun lingkungan pemukiman. Dengan metode ini maka diharapkan masyarakat akan mempunyai wawasan kebangsaan yang tinggi sehingga timbul kesadaran untuk berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari sekarang. Metode ini perlu pula didukung oleh sarana dan prasarasana yang memadai dan tentunya komitmen dari pemerintah.


Penutup
Wawasan kebangsaan saat ini terjadi erosi akibat dari pengaruh lingkungan strategis yang sudah berkembang pesat. Hal ini terlihat dengan adanya berbagai kasus seperti banyaknya remaja yang sudah menggunakan obat-obatan terlarang, kasus-kasus korupsi, kolusi, nepotisme serta pelanggaran hukum lainnya yang setiap hari terlihat di media cetak maupun elektronik. Untuk itu perlu kiranya segera dilaksanakan pendidikan wawasan kebangsaan masyarakat guna meningkatkan wawasan kebangsaannya sehingga dapat mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia “Pancasila” dan mampu bertahan walaupun terjadi dampak yang hebat dari pengaruh globalisasi.
Pendidikan wawasan kebangsaan menggunakan sentra pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan sekolah secara sinergis. Adapun metode yang digunakan adalah metode pendidikan, penataran dan pelatihan di masyarakat baik di lingkungan pendidikan, di lingkungan kerja, maupun lingkungan pemukiman.

KEBIJAKAN KEHIDUPAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang-surut. Selama 64 tahun berdirinya Negara Republik Indonesia mengalami banyak masalah-masalah, antara lain pada saat kekuasaan Bung Karno (orde lama) isu mempersatukan bangsa sangat menonjol belum lagi perekonomian juga terpuruk. Pada saat orde baru isu yang sangat menonjol adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya demoktasi semu yang mengarah ke otoriter. Pada era reformasi ini masalah pokoknya adalah bagaimana menyusun suatu system politik, membangun ekonomi dan nation building, pemberdayaan rakyat serta bagaimana menghindari timbulnya diktatur.
Tegak dan tidaknya kehidupan demokrasi sangat bergantung kepada unsur-unsur pendukung demokrasi yaitu (1) Negara Hukum ; (2) Masyarakat Madani; (3) Aliansi Kelompok Strategis.
Prinsip-prinsip demokrasi yang berkembang dewasa ini adalah “kebebasan” (liberty) dan “persamaan” (equality). Sedangkan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila menurut Ahmad Sanusi (dalam Gogle) mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-indang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang sebagai berikut:
1) Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa;
2) Demokrasi dengan kecerdasan;
3) Demokrasi yang berkedaulatan rakyat;
4) Demokrasi dengan rule of law;
5) Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara;
6) Demokrasi dengan hak asasi manusia;
7) Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka;
8) Demokrasi dengan otonomi daerah;
9) Demokrasi dengan kemakmuran;
10) Demokrasi yang berkeadilan social.
Indicator kehidupan demokrasi sekurang-kurangnya meliputi tiga aspek yaitu pemilihan umum,susunan kekuasaan Negara yang jelas,kontrol rakyat.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan mekanisme demokrasi untuk memutuskan pergantian pemerintah dimana rakyat dapat menyalurkan hak politiknya secara umum, bebas, rahasia dan aman, serta jujur dan adil. Pemilu dilaksanakan secara teratur serta kompetisi yang terbuka dan sederajad diantara partai-partai politik. Melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan (legislatif) dan dalam struktur pemerintahan (Presiden, Gubenur, Bupati, Walikota) atau di eksekutif.
Partai politik memiliki peran yang sangat penting dan strategis terhadap proses demokratisasi. Selain sebagai struktur kelembagaan politik yang anggotanya bertujuan mendapatkan kekuasaan dan kedudukan politik. Partai politik adalah sebagai wadah bagi penampungan aspirasi rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai-nilai demokrasi, yaitu keterlibatan masyarakat untuk melakukan control terhadap penyelenggaraan Negara melalui partai politik. Melalui partai politik itulah segala aspirasi rakyat yang beraneka ragam dapat disalurkan secara teratur.

PILPRES 2009

Labels:

Pilpres 2009 merupakan pesta demokrasi... dibeberapa TPS lancar-lancar saja. Di TPS dimana saya memilih dari proses pendaftaran sampai memilih kurang lebih hanya 5 menit. Beda dengan Pilleg yang lalu nunggunya agak lama.Ya karena hanya 3 calon, tapi mengapa sang petugas kok menggunakan pengeras suara menghimbau agar para pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya segera mengunjungi TPS... jangan-jangan ada keengganan milih ya... alias golput. Jika banyak yang tidak milih di TPS yang seharusnya ada beberapa kemungkinan : 1. Sengaja Golput 2. Memang tidak terdaftar 3. Ada keperluan yang mendadak. 4. Banyak yang kuliah/sekolah diluar kota sehingga malas pulang dll.
Solusinya bagaimana ya... untuk penyebab 3 sampai dengan 4 sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi, datang saja ke TPS terdekat dengan cukup membawa KTP dan persyaratan lain seperti tidak akan memilih ditempat yang lain, walaupun temanku Edi Santoso di bandara Batam gak boleh nyoblos karena ditanya KKnya ya pasti gak bawa.
Tapi bagaimana yang yang sengaja Golput ini? karena pada Pileg yang lalu saja jumlahnya juga cukup tinggi, wah..wah..wah agak panjang menganalisisnya. Yuk kita telusuri mungkin pendidikan politik di negeri ini kurang atau komitmen elite politik yang gak bener atau kebijakan publik yang mengatur Pilpres yang kurang bijak.
Pemikiran penulis, jangan disanggah dulu.....bagaimana kalau penguasa yang akan datang alias Presiden terpilih memprogramkan "Pendidikan Wawasan Kebangsaan" dengan memanfaatkan tiga pilar pendidikan : Pemerintah, Masyarakat/keluarga dan sekolah. Itu lho seperti penataran P4, asalkan tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu seperti P4 dulu....sudah ah mau dengerin perhitungan cepat ditelevisi.